Rabu, 07 Oktober 2009

TIMIKA

Riwayat PT. Freeport Indonesia Timika

 

clip_image001
Forbes Wilson (kanan) bersama rekannya anggota tim geologist Freeport di Erstberg, 1967
 
Riwayat Proyek  PT. Freeport Indonesia Timika
1936 Ekspedisi Colijn, termasuk Jean-Jacques Dozy, merupakan kelompok luar pertama yang mencapai gunung gletser Jayawijaya dan menemukan Ertsberg.


1960 Ekspedisi Freeport dipimpin Forbes Wilson & Del Flint menjelajah Ertsberg.


1963 Serah terima Nederlands Nieuw-Guinea dari pihak Belanda ke PBB, yang pada gilirannya mengalihkannya ke Indonesia.Rencana proyek tambang ditangguhkan akibat kebijaksanaan rezim Soekarno.

1966 Peralihan kekuasaan penuh dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Pembentukan pemerintahan baru yang mendorong investasi sektor swasta serta langkah-langkah reformasi ekonomi lainnya.
Freeport diundang ke Jakarta untuk pembicaraan awal mengenai kontrak tambang di Ertsberg.

1967 Penandatanganan Kontrak Karya untuk masa 30 tahun, yang menjadikan PTFI sebagai kontraktor eksklusif tambang Ertsberg di atas wilayah 10 km persegi.

1969 Negosiasi kontrak penjualan jangka panjang dan perjanjian proyek pendanaan. Studi kelayakan selesai dan disetujui.

1970 Pembangunan proyek berskala penuh dimulai.

1972 Uji coba pengapalan pertama ekspor konsentrat tembaga dari Ertsberg.

1973 Peluncuran proyek, dan lokasi kota dinamakan Tembagapura. Proyek Ertsberg mulai beroperasi.

1975 Kegiatan eksplorasi dimulai atas cadangan bawah tanah tembaga pada Gunung Bijih Timur (GBT).

1976 Pemerintah Indonesia membeli 8,5% saham PTFI dari Freeport Minerals Company dan investor lain.

1978 Studi kelayakan proyek tambang bawah tanah GBT disetujui.

1981 Tambang bawah tanah GBT mulai beroperasi.

1985 Tambahan cadangan tembaga bawah tanah ditemukan di bawah tambang bawah tanah GBT.

1987 Setelah mengalami beberapa kali pengembangan produksi rata-rata meningkat menjadi 16.400 ton/hari dua kali lipat dari rencana awal pada tahun 1967 cadangan total menjadi 100 juta ton metrik.

clip_image002
 
Tim Coljin memanfaatkan pesawat tua milik Batafsche Petroleum Maatschappij (BPM), sebuah perusahaan minyak.
 


clip_image003
Ekspedisi Wilson menggunakan 14 perahu kano dan 44 pendayung Kamoro untuk mengangkut manusia dan barang melalui Sungai Mawati ke arah hulu di kaki pegunungan.


clip_image004
Jan Ruygrok, anggota tim Wilson, seorang mantan AL Belanda, mengayuh pedal untuk generator listrik agar dapat menyalakan radio untuk mengirimkan laporan serta meminta bantuan logistik.
  
1988 Cadangan Grasberg ditemukan, melipatgandakan cadangan total menjadi 200 juta ton metrik.

1989 Perluasan hingga 32.000 ton/hari disetujui, dan kajian untuk perluasan hingga 52.000 selesai. Pemerintah Indonesia mengeluarkan izin untuk melakukan eksplorasi tambahan di atas 61.000 hektar.

1990 Pekerjaan konstruksi berlanjut atas perluasan hingga 52.000 ton/hari.

1991 Penandatanganan Kontrak Karya baru dengan masa berlaku 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun ditandatangani bersama Pemerintah Indonesia.Hingga akhir tahun, total cadangan berjumlah hampir 770 juta ton metrik.

1992 Kajian perluasan hingga 90.000 ton/hari disetujui. Sementara produksi rata-rata sebesar 58.000 ton/hari, pekerjaan berlanjut untuk meningkatkan kapasitas hingga 66.000 ton/hari.

1993 PTFI melakukan privatisasi atas beberapa aset non-tambang tertentu. Peningkatan hingga 115.000 ton/hari disetujui. FCX membeli RTM (pabrik peleburan di Spanyol).Hingga akhir tahun, total cadangan mencapai hampir 1,1 miliar ton metrik.

1994 Studi Dampak Lingkungan Hidup 160.000 ton/hari PTFI disetujui.
Pengumuman tentang usaha patungan pabrik peleburan PT Smelting di Gresik.

1995 PTFI menandatangani kerjasama dengan Rio Tinto. Kota baru di dataran rendah, Kuala Kencana, diresmikan. Bersamaan dengan Konsentrator #3, peningkatan hingga 125.000 ton/hari yang melebihi rencana selesai sebelum waktunya dan di bawah anggaran.
Kegiatan eksplorasi berlanjut yang bersebelahan dengan kegiatan operasional mengidentifikasi daerah-daerah baru yang memiliki potensi mineralisasi yang signifikan, yakni “Segitiga Emas”.
Penambahan tambang bawah tanah Grasberg meningkatkan cadangan menjadi 1,9 miliar ton metrik hingga akhir tahun.

1996 Upaya eksplorasi memberi hasil sangat baik dengan penambahan cadangan Kucing Liar; hingga akhir tahun, total cadangan mencapai lebih 2 miliar ton metrik. PTFI mulai ikut serta di dalam Rencana Pengembangan Timika Terpadu dari Pemerintah, dengan sumbangan satu persen dari pendapatan setiap tahun (dana 1%). PTFI melakukan audit sosial dan lingkungan hidup secara sukarela dengan hasil yang positif. Komitmen membangun sarana-sarana bagi Pemerintah Indonesia menghasilkan peningkatan pengamanan bagi personil dan kegiatan operasional.
Perluasan Konsentrator # 4 disetujui.

1997 Audit Sosial oleh Labat Anderson diserahkan kepada PTFI dan Kementerian Lingkungan Hidup, dan revisi dilakukan terhadap penyelenggaraan FFIJD agar lebih tanggap terhadap kebutuhan pembangunan di desa-desa. PTFI mendapatkan izin perluasan hingga 300.000 ton/hari. Pekerjaan perluasan Konsentrator # 4 berlanjut.
Tambahan cadangan hingga akhir tahun terdiri dari 2,6x produksi tembaga dan 3x produksi emas untuk tahun  
1997, terutama tambahan dari Kucing Liar.

1998 PT Smelting yang 25% kepemilikannya dikuasai PTFI mulai beroperasi di Jawa Timur. PTFI memasok seluruh kebutuhan konsentratnya.
Perluasan Konsentrator #4 selesai dan mulai beroperasi. PTFI melakukan program operasional “Hunker Down and Go” (Bertahan dan Maju) di tengah iklim harga komoditas rendah, dengan mencapai rata-rata lebih 196.000 ton/hari, dan produksi logam mencapai rekor, serta biaya produksi tunai neto yang rendah. Tambahan cadangan yang cukup signifikan berasal dari DOZ dan Kucing Liar meningkatkan cadangan total menjadi hampir 2,5 miliar ton metrik.

1999 Audit Lingkungan Hidup oleh Montgomery-Watson selesai, yang menemukan bahwa sistem pengelolaan lingkungan hidup yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh PTFI merupakan “teladan dan contoh bagi industri pertambangan.”Kegiatan operasional mencetak rekor produksi logam serta biaya tunai satuan. Proyek bawah tanah DOZ dengan kapasitas 25,000 ton/hari disetujui dan diluncurkan.
2000 MoU tentang sumber daya sosial ekonomi, HAM, hak ulayat, dan hak lingkungan hidup diumumkan oleh pimpinan LEMASA (lembaga masyarakat suku Amungme), LEMASKO (lembaga masyarakat suku Kamoro) dan PTFI. Pembangunan tambang bawah tanah DOZ dimulai.
Produksi tembaga mencapai rekor dengan lebih 1,64 miliar pon tembaga.
2001 FCX dan PTFI menandatangani perjanjian sukarela khusus Dana Perwalian bersama warga Amungme dan Kamoro yang tinggal dekat wilayah kegiatan tambang, dengan menyumbang jumlah awal sebesar $2,5 juta AS, dan selanjutnya $1 juta AS setiap tahun. Tingkat produksi pabrik pengolahan (mill) mencapai rekor dengan hampir 238.000 ton/hari serta produksi emas rata-rata setiap tahun mencapai hampir 3,5 juta ons.
2002 Produksi tembaga mencapai rekor dengan 1,8 miliar pon tembaga.
Tambang bawah tanah DOZ mencapai produksi berkelanjutan sebesar 25.000 ton/hari. PTFI menyerahkan kepada Pemerintah Indonesia hasil kajian Penilaian Resiko Lingkungan Hidup dari sistem pengelolaan tailing yang menetapkan bahwa dampak lingkungan hidup sesuai dengan yang diperkirakan pada AMDAL 1997, dan disetujui oleh Pemerintah.

2003 Peningkatan DOZ hingga 35.000 ton/hari disetujui dan selesai.

Peristiwa longsor di tambang terbuka Grasberg berdampak terhadap kegiatan Kuartal 4. Biaya produksi tunai netto rata-rata mencatat rekor kredit sebesar 2¢ per pon tembaga.

2004 Kegiatan pembersihan di tambang terbuka Grasberg selesai, dan kegiatan operasional dilanjutkan dengan penambangan pada bagian berkadar tinggi tambang Grasberg. DOZ beroperasi pada tingkat 43.600 ton/hari, melebihi kapasitas rancangan sebesar 35.000 ton/hari; peningkatan hingga 50.000 ton/hari disetujui.

2005 Hasil berkadar tinggi dari Grasberg menyebabkan jumlah produksi yang hampir mencapai rekor sebesar 1,6 miliar pon tembaga dan 3,4 juta ons emas. DOZ tetap beroperasi pada tingkat 42.000 ton/hari, melebihi kapasitas rancang. Pengembangan cadangan Big Gossan disetujui.

Audit lingkungan hidup eksternal tiga tahunan yang dilakukan Montgomery-Watson-Harza menyimpulkan bahwa praktek pengelolaan lingkungan hidup perusahaan masih berdasarkan (dan dalam berbagai hal mewakili) praktek pengelolaan terbaik untuk industri pertambangan tembaga dan emas secara internasional.
 
Before


clip_image005
After 1
clip_image007

After 2
clip_image009

After 3
clip_image010

Wilayah Kontrak Kerja PT. Freeport Indonesia
clip_image012
- Dari Berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar